Popular Post

Friday, October 21, 2011

Kearifan emas

Seorang pemuda mendatangi gurunya dan bertanya, "Guru, saya tak mengerti mengapa orang seperti anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana. Bukankah di masa seperti ini berpakaian sebaik-baiknya amat diperlukan, bukan hanya untuk penampilan melainkan juga untuk banyak tujuan lain ?"

Sang guru hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah 1 jarinya lalu berkata, "Muridku, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi terlebih dahulu lakukan 1 hal untukku. Ambilah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Bisakah kamu menjualnya seharga 1 keping emas?" Melihat cincin Gurunya yang kotor, pemuda tadi merasa ragu. "Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa di jual seharga itu." Cobalah dulu, Muridku, siapa tahu kamu berhasil.
Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kpd pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging, serta kepada yang lainnya. Ternyata tak seorang pun berani membeli seharga 1 keping emas. Mereka menawarnya hanya 1 keping perak. Pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga 1 keping perak. Ia kembali ke Gurunya dan melapor, "Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dari 1 keping perak". Gurunya tersenyum arif dan berkata,"Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberi penilaian".

Pemuda itu bergegas pergi ke toko emas yang di maksud. Ia kembali kepada gurunya dengan raut wajah yang lain, "Guru, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga 1000 keping emas, nilai cincin ini 1000 kali lebih tinggi daripada yang di tawar oleh para pedagang di pasar". Gurunya tersenyum simpul sambil berujar lirih, "Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi." Seseorang tak bisa di nilai dari pakaiannya.

"Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa di lihat dan di nilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk melihatnya. Dan itu butuh proses, kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang di sangka emas ternyata loyang dan yangg kita lihat sebagai loyang ternyata emas".

No comments:

Post a Comment